Minggu, 29 Juli 2012

Analisis


Indonesia dan Problem Kemiskinan
oleh : Abdul Ghopur
Jakarta - Pada mulanya adalah kemiskinan. Lalu pengangguran. Kemudian kekerasan dan kejahatan [crime]. Martin Luther King [1960] mengingatkan, “you are as strong as the weakestof the people.” Kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah.
Sesungguhnya kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini. Sekitar seabad sebelum kemerdekaan Pemerintah Kolonial Belanda mulai resah atas kemiskinan yang terjadi di Indonesia [Pulau Jawa]. Pada saat itu indikator kemiskinan hanya dilihat dari pertambahan penduduk yang pesat [Soejadmoko, 1980].
Kini di Indonesia jerat kemiskinan itu makin akut. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen [www.bps.go.id]. Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta.
Pertanyaannya seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia? Jawabannya mungkin sangat parah. Sebab, kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat jadi sangat multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini.



Analisis artikel 1:
Dari artikel ke-1 yang saya baca di atas, saya dapat menganalisis tentang masalah yang terjadi yang diakibatkan oleh kemiskinan. Memang sulit untuk menanggulangi kemiskinan yang ada di Negara tercinta yaitu Indonesia. Kemiskinan di negeri ini sudah sejak dari dulu bahkan sebelum Indonesia merdeka. Pemerintah pada jaman colonial tidak bisa menangani masalah kemiskinan, bahkan hingga sekarang ini masalah kemiskinan belum tuntas. Bahkan dari tahun ke tahun angka kemiskinan selalu meningkat, tidak setiap tahun selalu meningkat
Kemiskinan di negeri ini, disebabkan oleh factor ekonomi, sekolah-sekolah mahal, pengangguran, dll. Seseorang dapat melakukan tindak kriminalitas untuk bertahan hidup atau juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dijaman sekarang ini kebutuhan semakin mahal, sehingga seseorang mau tidak mau dapat melakukan tindak kriminalitas. Pada jaman sekarang ini sekolah-sekolah mahal, adapula sekolah yang gratis tetapi sekolah yang gratis tersebut tetap harus mengeluarkan uang, biasanya untuk biaya bangunan. Sehingga tak sedikit orang yang putus sekolah, sehingga mereka menjadi pengangguran. Sehingga kemiskinan secara tidak langsung berbahaya karena dapat orang yang miskin tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara mencuri, menjambret, dan lain-lain. Tetapi tidak semua orang yang miskin seperti itu. Adapula orang miskin mencari kebutuhan untuk sehari-hari dengan cara yang halal.
Dari pihak pemerintah juga pun harus ada campur tangan, untuk mengaggulangi masalah kemiskinan di negari ini. Memang pemerintah sudah ada melakukan cara untuk menanggulangi kemiskinan tersebut contohnya seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Tetapi menurut saya kurang berhasil, karena banyak orang miskin tidak terdaftar di program BLT yang diadakan oleh pemerintah.






Kasus Kemiskinan
indosiar.com Meski pemerintah sering menyatakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin semakin baik, namun kenyataan di masyarakat, khususnya warga miskin, masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Ironisnya, kartu Gakin (keluarga miskin) terkadang tidak bisa lagi dijadikan jaminan bisa memuluskan terjaminnya kesehatan ke rumah sakit.
Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhankesehatannya oleh rumah sakit.
Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus(kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besaruntuk mendanainya. Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.
Pemerintah pun telah memberikan anggaran besar bagi kesehatan masayarakat termasuk warga warga miskin. Tahun 2004 saja dana yang dialokasikan Rp 65 miliar. Untuk tahun 2005 dana yang dianggarkan naik hingga Rp 100 miliar. Bahkan anggaran kesehatan nilainya bertambah di tahun 2007 menjadi Rp 15 trilyun.
"Kemana saja dana untuk warga miskin ini kalau kenyataannya warga miskin masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan," kata Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen KesehatanIndonesia (YPKKI) Dr Marius Widjajarta saat dihubungi di Jakarta.
"Dari hasil penelitiannya 6 tahun lalu di Jakarta, kartu Gakin yang seharusnya milik wargamiskin malahan diperjualbelikan. dengan kisaran harga Rp 150.000 hingga Rp 300.000," lanjutnya.
Marius menambahkan, kendati survey itu telah dilakukan 6 tahun lalu, namun kenyataan itu sekarang masihbanyak warga miskin yang sulit mendapatkan kartu Gakin. Contoh kasus baru, balita yang ditolak 6 rumah sakit di Jakarta hanya karena orangtuanya tidak punya kartu Gakin.
"Mereka ini sudah miskin harus disuruh membuat kartu Gakin. Membuat kartu Gakin itu butuh proses dan itu berarti perlu modal uang. Sebaiknya kartu Gakin dibuat langsung oleh Ketua RTsetempat dimana dia sendiri yang tahu persis berapa banyak warga miskin di wilayahnya dan siapa saja. Tidak adanya kartu Gakin akhirnya membuat banyak warga miskin berobat dengan Surat Keterangan Tidak Mampu atau SKTM," katanya.

Analisis artikel 2:
Artikel yang ke-2 ini yang saya baca, pada bidang jasa kesehatan sangat disayangkan karena janji-janji pemerintah yang memihak pada rakyat yang tidak mampu untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis pada rakyat yang tidak mampu. Sehingga rakyat yang tidak mampu tersebut dipersulit untuk memakai jasa pelayanan kesehatan. Pemerintah juga seharusnya turun tangan untuk membantu rakyat yang tidak mampu untuk memakai pelayanan kesehatan tersebut. Setiap manusia juga mempunyai hak dan kewajiban untuk memberikan atau menggunakan jasa kesehatan tersebut.