Senin, 06 Juni 2011

Grended Theory

a.                  Definisi Teori Dasar [1]

Penelitian teori dasar atau sering disebut juga penelitian dasar atau Teori dasar (grounded theory) merupakan penelitian yang diarahkan pada penemuan atau minimal menguatkan terhadap suatu teori. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kulaitatif. Walaupun penelitian kualitatif memberikan deskripsi yang bersifat terurai, tetapi dari deskripsi tersebut diadakan abstraksi atau inferensi sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang mendasar yang membentuk prinsip dasar, dalil atau kaidah-kaidah. Kumpulan dari prinsip, dalil atau kaidah tersebut berkenaan dengan sesuatu hal dapat menghasilkan teori baru, minimal memperkuat teori yang telah ada dalam hal tersebut.
Penelitian dasar (grounded research) dilaksanakan dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, diadakan cek-recek ke lapangan, studi pembandingan antar kategori, fenomena dan situasi melalui kajian induktif, deduktif, dan verifikasi sampai pada titik jenuh. Pada titik ini peneliti memilih mana fenomena-fenomena inti dan mana yang tidak inti. Dari fenomena-fenomena inti tersebut dikembangkan “alur konsep” serta “matriks kondisi” yang menjelaskan kondisi sosial dan histories dan keterkaitannya dengan fenomena-fenomena.

b.                  Metode Grounded theory[2]

Sebelum tahu banyak tentang grounded theory, maka langkah awal untuk mengenalnya adalah melihat dari mana metode ini lahir. Grounded theory lahir dari Paradigma Kontruktivisme. Paradigma kontruktivisme merupakan suatu cara pandang dalam keilmuan dimana yang mencoba mengkontruksi atau merekontruksi suatu fakta yang terjadi dilapangan berdasarkan pada data empirik dan bekal pengetahuan yang membangun pola pikir si peneliti. Teori muncul berdasarkan data yang ada bukan dibuat sebelumnya sebagaimana dalam penelitian kuantitatif dalam bentuk hipotesis, melainkan metode pengumpulan data dilakukan melalui proses hermeneutik dan dialektik yang difokuskan pada kontruksi, rekontruksi dan elaborasi suatu proses sosial.
Pada awal perkembangannya, paradigma kontruktivisme mengembangkan sejumlah indikator sebagai pikiran dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan ilmu. Beberapa indikator tersebut antara lain: (1) penggunaan metode kualitatif dalam proses penelitian ; (2) mencari relevansi indikator kualitas untuk lebih memahami data-data lapangan; (3) teori-teori yang dikembangkan harus bersifat membumi (grounded theory); (4) kegiatan ilmu harus bersifat natural (apa adanya) dalam pengamatan; (5) pola-pola yang diteliti dan berisi kategori-kategori jawaban menjadi unit analisis dari variabel-variabel penelitian yang kaku dan steril; (6) penelitian bersifat partisipatif daripada mengontrol sumber informasi.
Sedangkan untuk komponen keilmuan paradigma kontruktivisme adalah sebagai berikut:
  1. Secara Ontologi, paradigma ini menyatakan bahwa realitas bersifat sosial dan karena itu akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemuk dari masyarakatnya. Dengan demikian, tidak ada suatu realitas yang dapat dijelaskan secara tuntasoleh suatu ilmu pengetahuan. Realitas ada sebagai perangkat bangunan yang menyeluruh dan bermakna yang bersifat konfliktual dan dialektis. Karena itu, paham ini menganut prinsip relatifitas dalam memandang suatu fenomena alam atau sosial. Kalau tujuan penemuan ilmu dalam positivisme adalah untuk membuat generalisasi terhadap fenomena alam lainnya, maka kontruktivisme lebih cenderung menciptakan ilmu yang diekpresikan dalam bentuk pola-pola teori, jaringan atau hubungan timbal balik sebagai hipotesis kerja, bersifat sementara, lokal dan spesifik.
  2. Secara Epistimologi, hubungan antara peneliti dan objek penelitiannya bersifat interaktif, sehingga fenomena dan pola-pola keilmuan dapat dirumuskan dengan memperhatikan gejala hubungan yang terjadi antara keduanya. Oleh karena itu, hasil rumusan ilmu yang dikembangkan sangat bersifat subjekif.
  3. Secara Metodologi, paham ini secara jelas menyatakan bahwa penelitian harus dilakukan diluar laboratorium, yaitu di alam bebas sejawarnya (natural) untuk menangkap fenmena alam apa adanya dan secara menyeluruh tanpa campur tangan dan manipulasi pengamat atau pihak peneliti. Dengan setting natural ini, maka metode yang banyak digunakan adalah metode kualitatif dan metode pengumpulan data dilakukan melalui proses hermeneutik dan dialektik yang difokuskan pada kontruksi, rekontruksi dan elaborasi suatu proses sosial.

Menurut penggagasnya yaitu Barney Glaser dan Anselm Strauss, grounded theory tertulis sebagai… the discovery of teory from data-which we call grounded theory… Memang betul, ajaran utama pendekatan ini adalah, bahwa teori harus muncul dari data atau dengan kata lain, teori harus berasal (grounded) dalam data (Chamberlain,1995). Ungkapan grounded theory merujuk pada teori yang dibangun secara induktif dari satu kumpulan data. Bila dilakukan dengan baik, maka teori yag dihasilkan akan sangat sesuai dengan kumpulan data tadi. Dengan demikian hal ini sangat kontras dengan teori yang diturunkan secara deduktif dari grand theory, tanpa bantuan data dan sering kali terjadi akhirnya tidak pas dengan data manapun.
Menurut Glasser dan Strauss, kekhasan dari metode ini dengan metode-metode penelitian kualitatif yang lain adalah dari penghasilan teori yang beralas data. Tetapi dalam tulisan Stren (1994) lebih jelas terungkap perbedaan grounded theory dengan metode-metode penelitian kualitatif yang lain. (a) Kerangka kerja konseptualnya dihasilkan dari data, bukan dari kajian terdahulu, walaupun demikian kajian terdahulu juga selalu mempengaruhi hasil akhir penelitian. (b) Peneliti yang menggunakan metode grounded theory selalu berusaha menemukan proses-proses dominan di suatu situasi sosial, bukannya menguraikan unit sosial yang diteliti. (c)setiap bagian dari data dibandingkan dengan bagian data yang lain guna menemukan model kategori jawaban yang sesuai dengan tujuan penelitian. (d) pengumpulan data dilapangan dapat dimodifikasi sejalan dengan pengemangan model kategorisasi, proporsi dan dalil yang ditemukan di lapangan guna mengembangkan teori baru, dan (e) Peneliti tidak mengikuti penggunaan langkah-langkah yang bersifat linier, melainkan kerja dengan matriks, dimana beberapa proses penelitian dilakukan secara simultan.
Perubahan yang terjadi di kalangan peneliti sosial, menjadikan perubahan pula pada aspek pemanfaatan metode grounded theory, seperti; (1) Kombinasi metode grounded theory dengan metode lai, kegiatan ini akan menghasilkan ragam-ragam model grounded theory dalam berbagai pokok masalah dan disiplin ilmu pengetahuan. (2) Prosedur yang digunakan dalam metode mungkin akan lebih dielaborasi, prosedur ini disesuaikan dengan “subtansi” kajian yang terus-menerus akan dikembangkan. (3) Berbagai teori atau interpretasi akan terus dikembangkan oleh ilmuwan yang berbeda dari disiplin yang berbeda pula. Sebagai konsekuensi logis grounded theory akan menjadi metode universal, memiliki kekuatan untuk membahas berbagai masalah yang lebih luas, kompleks dan memiliki keunikan. (4) Aplikasi komputer akan lebih banyak digunakan , terutama untuk membuat matriks, pembobotan masalah dan kategorisasi yang diperoleh di lapangan.
Sebuah pertanyaan dapat muncul secara wajar, ketika peneliti ingin melakukan kegiatan penelitian dengan grounded theory. Kapan persisnya dan pada kondisi yang bagaimana grounded theory pas untuk digunakan? Bagaimana langkah-langkah yang harus dipenuhi untuk menggunakan pendekatan tersebut?
Menurut Galser dan Strauss, metode ini baik digunakan bila peneliti ingin membangun teori, baik teori subtantif maupun teori formal dalam seperangkat kode-kode properti maupun dalam diskusi teoritis. Sedangkan menurut Stren (1994), metode grounded theory paling baik diterapkan pada investigasi hal-hal yang masih belum jelas, atau untuk memperoleh persepsi baru dari hal-hal yang dianggap sudah lumrahMenurut Schlegel (1984) dan Stren (1994) ada tiga elemen dasar dari grounded theory, yang masing-masing tidak terpisahkan satu sama lainnya. (1) Konsep, dimana konsep ini dihasilkan dari konseptualisasi atas data. (2) Kategorisasi, merupakan level atau tingkatan yang lebih tinggi dan lebih abstrak dari konsep. Kategori juga merupakan “corner stone” dari pengembangan teori, dimana disini ada proses pengelompokan konsep melalui perbandingan yang sama atau berbeda pada kelompoknya masing-masing. (3) Proposisi, adalah suatu pernyataan yang menunjukkan pada adanya hubungan yang konseptual. [3]
Cara untuk menghasilkan teori dengan metode grounded theory terdiri dari lima fase yang harus diikuti, yaitu: desain penelitian, pengumpulan data, penyusunan data, analisis data, dan pembandingan dengan literatur. Fase-fase ini masih diturunkan menjadi sembilan langkah, yaitu: tinjauan ulang literatur teknis, memilih kasus, membuat protokol pengumpulan data yang akurat, masuk ke lapangan, penyusunan data, menganalisis data yang berhubungan dengan kasus awal, percontohan teoritis, mencapai akhir penelitian, dan pembandingan teori yang muncul dengan literatur yang telah ada.

c.                   Pelaksanaan Grounded Theory

Pelaksanaan dalam grounded theory bertolak belakang dengan penelitian kuantitatif pada umumnya, yang bergerak dari level konseptual teoritik ke level empirikal. Grounded research bergerak dari level empirikal menuju level konseptual teoritikal. Dalam penelitian ini, peneliti langsung terjun ke lapangan tanpa membawa rancangan konseptual, proposisi, dan teori tertentu. Secara provokatif, sering dikatakan agar peneliti masuk ke lapangan dengan “kepala kosong”, tanpa membawa apapun yang sifatnya apriori, apakah itu konsep, proposisi, ataupun teori. Hal ini disebabkan, dengan membawa konsep, proposisi, teori yang bersifat apriori, dikhawatirkan terjebak pada kecenderungan studi verifikatif yang memaksakan level empirikal menyesuaikan diri dengan level konseptual teoritikal. Metode ini merupakan metode penelitian yang berkaca pada realitas yang ada, menggali realitas tersebut, menganalisisnya, dan kemudian mencoba menemukan jawaban yang lebih realistis. Metode ini memang jarang digunakan oleh para peneliti Indonesia karena memang dianggap lebih rumit daripada metode penelitian yang lain. Dalam dunia pendidikan, metode ini bertujuan untuk mendapatkan teori baru. [4]
Berdasarkan keadaan “kepala kosong” inilah, diharapkan peneliti dapat sepenuhnya terpancing kepada kenyataan berdasarkan data lapangan itu sendiri, baik dalam mendeskripsikan apa yang terjadi, maupun menjelaskan kemengapaannya. Dengan demikian, apa yang ditemukan berupa konsep, proposisi, dan teori, benar-benar berdasarkan data yang dikembangkan secara induktif. Tekait proses tersebut, terdapat tiga unsur dasar yang perlu dipahami dan tidak bisa saling dipisahkan, yaitu konsep, kategori, dan proposisi. Konsep diperoleh melalui konseptualisasi data. Peristiwa atau kejadian diperhatikan dan dianalisis sebagai indikator potensial dari fenomena yang kemudian diberikan nama/lebel secara konseptual. Berikutnya, dibandingkan dengan kejadian yang lain, apabila terdapat keserupaan, maka diberikan nama dengan istilah yang sama. Begitupula berlaku dengan peristiwa yang berbeda.
Unsur kedua adalah kategori. Kategori adalah kumpulan yang lebih tinggi dan abstrak dari konsep. Kategori diperoleh melalui proses analisis yang sama dengan cara membuat perbandingan dengan melihat persamaan dan perbedaan. Kategori merupakan landasan dasar penyusunan teori. Unsur ketiga adalah proposisi. Proposisi menunjukkan adanya hubungan konseptual, yakni suatu pernyataan berdasarkan hubungan berbagai konsep yang mengandung deskripsi sistem pemahaman tertentu yang relevan dengan kondisi di lapangan. Pembentukkan dan pengembangan konsep-konsep, kategori, dan proposisi merupakan suatu keharusan dalam proses penyusunan teori, atau melalui proses interaktif. [5]
Ada lima tahap dalam menghasilkan teori pada grounded research, yakni (1) disain penelitian, (2) pengumpulan data,(3) display data, (4) analisi data, dan(5) membandingkan dengan literatur. Dari lima tahap ini, sembilan langkah perlu dilakukan, yakni (1) peninjauan ulang literatur teknis, (2) pemilihan kasus, (3) pembuatan panduan pengumpulan data yang akurat, (4) terjun ke lapangan, (5) penyusunan data, (6) analisis data yang berhubungan dengan kasus awal, (7) percontohan teoritik, (8) penyelesaian penelitian, dan (9) perbandingan teori yang muncul dengan literatur yang sudah ada.
Grounded theory memang tidak terlalu mudah dilakukan terutama oleh peneliti pemula, sebab memiliki model analisis data yang terus-menerus, selama data di lapangan masih tetap dikumpulkan. Proses open coding merupakan bagian dari analisis data, dimana peneliti melakukan identifikasi, penamaan, kategorisasi dan penguraian gejala yang ditemukan dalam teks hasil dari wawancara, observasi, dan catatan harian peneliti itu sendiri. Berikutnya adalah axial coding. Tahap ini, adalah menghubungkan berbagai kategori penelitian dalam bentuk susunan property (sifat-sifat) yang dilakukan dengan menghubungkan kode-kode, dan merupakan kombinasi cara berfikir induktif dan deduktif.
Tahap selanjutnya adalah, selective coding, yakni memilih kategorisasi inti, dan menghubungkan kategori-kategori lain pada kategori inti. Selama proses coding ini, diadakan aktivitas penulisan memo teoritik. Memo bukan sekedar gagasan kaku, namun terus berubah dan berkembang atau direvisi sepanjang proses penelitian berlangsung. Itulah inti penemuan grounded theory yang digagas sejak tahun 1967. Teori yang merupakan hasil dari kajian data, yang merumuskan keterkaitan fenomena yang dapat menjelaskan kondisi yang relevan di lapangan, dilakukan pengulangan sejak pada proses pengumpulan data sampai menghasilkan proposisi, hingga merasa jenuh (data baru tidak ditemukan). Dengan kata lain, adalah mengkonfirmasi, memperluas, dan mempertajam kerangka kerja teoritik, serta mengakhiri proses penelitian bilamana, peningkatan atau penambahan yang diperoleh tidak berarti.
Kualitas grounded theory sangat ditentukan oleh langkah-langkah yang dilakukan secara baik, benar, dan disiplin. Proses yang benar akan menjamin ditemukannya teori yang benar pula. Dengan demikian, ada semacam koherensi antara input, proses, dan output. Disamping itu, seperti pada penelitian lainnya, pengujian ditentukan oleh validitas, reliabilitas, dan kredibilitas dari data, juga ditentukan oleh proses penelitian dimana teori dihasilkan, serta data empirisnya sebagai bagian integral dari penemuan atau teori yang dihasilkan.[6]






Daftar Pustaka

2.      PROF DR.Moleong J Lexy,MA.1989.metode penelitian kualitatif.Pt Remaja Rosda Karya: Bandung
6.      www.scribd.com


[1]  www.scribd.com
[3] PROF DR.Moleong J Lexy,MA.1989.metode penelitian kualitatif.Pt Remaja Rosda Karya:Bandung